Transatlanticism
Should I let her go?
Dari sekian banyak pekan yang gue lewati tanpa Keiramina, nggak pernah sedikit pun terbesit di otak gue buat pergi dari dia – literally and figuratively. But this time, it's different. I feel lost – not to mention I was drunk.
Perihal asumsi Keiramina, gue rasa hak untuk sedikit kesal wajar adanya. You can heal from a painful experience and still carry the scars from what you went through and you still have it cross your mind sometimes. Buat gue pribadi, jalan beriringan dengan trauma bukan hal yang mudah. Trauma doesn't make you stronger, trauma makes you traumatised. Gue nggak minta banyak, cukup sedikit waktu buat memproses semuanya, bukan dengan dituntut segala macam pertanyaan dalam kondisi yang nggak stabil. Lalu gimana dengan trauma gue? Apa gue harus jawab dan meledak saat itu juga dengan menjawab semua pertanyaan Keiramina? Atau kita harus adu argumen atas siapa yang salah dan siapa yang benar? I prefer not to. Gue tau ini salah karena kunci dari suatu hubungan yang sehat, yang kita semua setujui, adalah kejujuran. Gue akan berhenti di situ, nggak perlu ada alasan-alasan lain yang membuat gue menjadi laki-laki yang terlihat nggak mau mengakui kesalahannya, karena jauh di dalam lubuk hati yang terdalam, gue tau gue salah.
Kalimat this isn't working yang gue kirim ke Keiramina dan membuat jarak diantara kami terlampau semakin menjauh adalah kesalahan nomer dua, setidaknya buat gue. This yang gue maksud adalah cara kita komunikasi, yang ternyata berbeda dengan interpretasi Keiramina yang merujuk ke hubungan kami. Karena setelahnya, gue nggak lagi terima panggilan dan pesan darinya.
Satu minggu pertama, kedua, dan ketiga, all fine. Di minggu keempat, gue mulai limbung. Gue kangen Keiramina. And it's not fair that I'm thinking of her and she probably haven't thought of me at all. But again, if you're doing something for someone to get something in return, that's not actually kindness, that's unconscious manipulation. Jadi yang gue lakukan setelahnya adalah, kasih dia waktu. Sebagaimana dia kasih gue waktu.
Setiap Vanya beli Thai Tea di City Center, selalu ada Keiramina di benak gue – the way her face lights up when I bought her a cheap Thai Tea. Keiramina ada di mana-mana. Di pojok perpustakaan umum tempat kami membaca sambil beberapa kali mencuri kecup, di tiap sudut unit dorm gue yang entah sejak kapan dipenuhi dengan aroma peony khas dirinya, di tempat tidur, di dapur, bahkan di balkon – her favorite spot to read.
Keiramina, I don't think I have ever found a real connection with anyone other than you and screw your Instagram update with that coffee guy because I'll shoot my shot this time without hesitation. She's worth more than second thoughts and maybes, she deserve not only my yesterdays but also my tommorows. It's the way I would risk my life for her.
And I shouldn't let her go.