Keiramina

Raden Rara Keiramina Earl.

Di pertemuan ketiga gue dan Keiramina, dia kasih tau kalau Ibu-nya masih salah satu keturunan keluarga kerajaan di Jawa, sedangkan Ayah-nya berdarah Manado – Jepang. What a mix, huh. Keiramina punya satu Kakak laki-laki, dua tahun lebih tua darinya, namanya Keenan, atau abangbca – panggilan sayangnya.

Satu setengah jam yang lalu, Keiramina datang ke apartment gue dengan tatapan membunuh – setelah gue kirim voice note mengeluh sakit kepala. When the truth is, it was just an excuse, I just missed her so bad.

Mengamati Keiramina yang sedang serius melakukan sesuatu adalah hal yang paling gue suka. Amusing. Seperti sekarang, dengan posisinya yang sedang bersandar pada lengan sofa, Keiramina hanyut dalam dunia fiksinya – Kafka on the Shore, salah satu karya Murakami favoritenya. Also, she looks so hot when she's serious. Lalu di pagi hari – sewaktu dia bangun tidur. Banyak waktu yang gue habiskan untuk mengamati Keiramina dalam diam – melihat dirinya terlelap dengan dada naik turun yang teratur. Keningnya yang mengernyit di depan laptop atau tangannya yang selalu terlipat di depan dada kala mengamati kendaraan dari balkon, atau, yang paling jadi favorite, kami yang saling tatap dalam diam – mengamati satu sama lain. Our comfort silence.

Keiramina loves surprises and fireworks.

“Yuk,” gue mengulurkan satu tangan, “lima menit lagi countdown.”

Sebelum melangkah ke balkon, gue mencuri satu kecupan singkat dari bibir Keiramina, yang dibalas dengan cubitan kecil di pinggang gue.

“Waaah, fireworks!” mata cantiknya berbinar bak anak kecil melihat mainan impiannya berderet di etalase toko.

Gue menoleh ke arah Keiramina. “Your favorite.”

Keiramina has the prettiest smile. Keiramina is the prettiest when she's excited. Keiramina is effortlessly pretty. More than pretty, she's beautiful.

“You are my favorite.” jawabnya dengan sedikit tekanan di kata pertama. Yang membuat gue tersenyum.

3 ... 2 ... 1 ...

“Happy New Year, Kailan!”

“Happy New Year, Keiramina.”


Keiramina loves celebration. Seperti halnya ketika gue berhasil menyelesaikan buku La Joie de Vivre karya Emile Zola dalam waktu dua hari, she gave me a kiss – a long sweet one.

“Kei,” panggil gue nyaris hampir berbisik dari belakang tubuhnya yang sedang sibuk di wastafel.

Nggak ada balasan.

Gue maju satu langkah buat menutup keran air, nggak peduli sama Keiramina yang masih belum membereskan piring dan gelas kotornya.

“Kailan gue lagi cuci pir- “

I didn't let her finish her sentence. Regardless of her wet hands, I pressed her against the fridge door and kissed her dearly. I can feel her smile between the kisses – my gratitude for her presence type of kiss.

Keiramina, you were never supposed to mean this much to me, and I was never supposed to fall so hard.

But I did.