Busy Bee
“Jadi sebenernya udah demisioner?” Sabian menoleh ke perempuan di sebelahnya, sebelum mengembalikan pandangannya ke jalan.
“Iya, Kak. Tapi masih di tahan aja tuh sama Jawi, masih suruh bantu-bantu di himpunan.” Sienna menghela napas kesal. “Gapapa sih sebenernya, tapi kadang anak bawah suka nggak tau waktu kalo minta tolong, nggak sekali dua kali begitu. Kan kesel.”
Sabian menarik rem tangan dan menoleh ke perempuan berambut panjang di sebelahnya — kali ini sepenuhnya. “Jawi tuh ketua himpunan kan ya?”
“Eh kok tau?”
“Dulu sebelum naik jadi ketua himpunan di FEB, dia anaknya Jo di departemen human eksternal BEM kampus.”
Siena mengangguk paham. “Kalo Kak Sab?”
“Hmm,” Sabian berpikir sejenak, mengingat-ingat rentetan organisasi atau kegiatan yang pernah Ia ikuti selama hampir empat tahun berkuliah. “sempet di BEM kampus satu periode jadi staff media, terus ditarik Tama ke himpunan jadi wakil. Setengah tahun jadi penyiar Night Night di radio kampus bareng Jo. Terakhir nemenin Tenio di Fotocraft — UKM fotografi kampus. Terus udah, fokus TA.”
“Keren! “ Sienna mengacungkan kedua jempolnya. “Bisa bagi waktu buat organisasi sama kuliah, padahal Arsi tugas-nya numpuk. Btw di depan belok kanan ya, Kak.”
“Nggak juga.” Laki-laki dengan rambut yang hampir menutupi matanya itu tertawa — mengingat entah sudah berapa kali Ia titip absen. “Kalo bisa titip absen, kenapa nggak.”
Sabian menghentikan laju Accord hitam miliknya di depan bangunan bernuansa putih dengan pagar hitam.
“Makasih ya, Kak Sab. Jadi ngerepotin.” ucap Sienna seraya melepas seat belt yang melingkar di dadanya.
Sabian tersenyum kecil — memperlihatnya sedikit lesung pipinya. “Sama-sama, kayak sama siapa aja.”
Sesaat sebelum Sienna menutup pintu, Sabian mencondongkan tubuhnya ke depan. “Sienna,”
“Iya, Kak?”
“By any chance, besok mau nemenin ke Braga lagi nggak?”